Teks Khutbah Jumat Menyambut Ramadhan, Bertema Refleksi Ibadah Puasa dan Pembaharuan Fiqih

- 25 Maret 2022, 15:05 WIB
Khutbah Jumat menyambut Ramadhan dengan Merefleksikan diri saat puasa.
Khutbah Jumat menyambut Ramadhan dengan Merefleksikan diri saat puasa. /Ilustrasi foto pixabay

GRESIK TODAY - Khutbah Jumat menyambut Ramadhan, perlu bagi setiap muslim untuk mempersiapkan diri di bulan yang penuh ampunan.

Menjalanka puasa dengan penuh pemahaman yang dalam akan menambah ke khusyuan kita dalam menjalankan ibadah yang harus datang setahun sekali ini.

Khutbah Jumat menyambut Ramadhan pada kali ini akan membahas tentang Refleksi Ibadah Puasa dan Pembaharuan Fiqih, yang dikutip dari tebuireng Online.

Baca Juga: Kenapa Tidak Langsung Merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah? Ini Jawabanya Kyai Kampung

Khutbah Pertama

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه لا نبي بعده

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

وَوَصَّیۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَ ٰ⁠لِدَیۡهِ إِحۡسَـٰنًاۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ كُرۡهࣰا وَوَضَعَتۡهُ كُرۡهࣰاۖ وَحَمۡلُهُۥ وَفِصَـٰلُهُۥ ثَلَـٰثُونَ شَهۡرًاۚ حَتَّىٰۤ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرۡبَعِینَ سَنَةࣰ قَالَ رَبِّ أَوۡزِعۡنِیۤ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ ٱلَّتِیۤ أَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَعَلَىٰ وَ ٰ⁠لِدَیَّ وَأَنۡ أَعۡمَلَ صَـٰلِحࣰا تَرۡضَىٰهُ وَأَصۡلِحۡ لِی فِی ذُرِّیَّتِیۤۖ إِنِّی تُبۡتُ إِلَیۡكَ وَإِنِّی مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِینَ

Baca Juga: Hubungan Erat Ponpes Lirboyo dan Sarang, Sudah Terjalin Sejak Zaman Kiai Hasyim Asy'ari


Jamaah sholat Jumat yang rahmati Allah, Belum pernah, Allah SSW itu memanggil mengajak dialog dengan orang kafir dengan bahasa, "ya ayyuha alladzina kafaru". Dengan kata lain, Allah hanya mengajak dialog kepada orang yang beriman dengan bahasa "ya ayyuha alladzina amanu".

Karena orang beriman itu cerdas. Disamping cerdas, dia berpikir. Berpikir universal, sadar, futuristik, tidak berpikir 'sesaat' yang dia lihat, tapi berpikir kedepan. Segala aspek, termasuk fenomena itu bisa dibaca oleh orang beriman.

Hanya sekali Allah memanggil, "ya ayyuha alladzina kafaru" tapi bukan dalam konteks diajak dialog melainkan konteks mencemooh. Saat mereka (orang kafir) di akhirat pada saat di neraka:

Baca Juga: Karomah Kiai Mahrus Aly Lirboyo, Kisah Wudhu dan Sholawat yang Menyelematkan Diri dari Kecelakaan

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَا تَعْتَذِرُوْا الْيَوْمَ

"Tidak perlu banyak alasan (kalian)…"

Kontek ayat ini, konteks memaki.

Jamaah sholat Jumat yang rahmati Allah, Kali ini kita bicara tentang Ramadhan, shiyamu Ramadhan. Menunjukkan bahwa perlu ada kesiapan keimanan yang matang dan disyariatkan (puasa) saat di Madinah ketika orang-orang sudah mapan keimanannya setelah digembleng 12 sampai 13 tahun, baru ada syariat Ramadhan.

Untuk itu, diperlukan sebuah mental yang kuat dan keimanan yang mapan, baru bisa diberi beban syariat puasa Ramadan. Tidak sama dengan syariat shalat, Syariat shalat itu tidak sekedar dibebankan kepada yang mukallaf, yang beriman, yang dewasa. Melainkan sudah ditata sejak kecil.

Sejak belum baligh, umur 7 tahun diperintah shalat. Umur 10 tahun, membangkang, diberi pelajaran. Ada sanksi fisik yang bersifat edukasi. Ketika baligh, (shalat) menjadi tanggung jawab sendiri.

Kenapa tidak ada perintah puasa untuk anak kecil. Kenapa ada perintah shalat untuk anak kecil.

Baca Juga: Tafsir Pancasila KH Abdul Hamid Kajoran

Jamaah sholat Jumat yang rahmati Allah, Perintah shalat bagi anak kecil itu menyehatkan, dan sama sekali tidak mereduksi, tidak menganggu kesehatan. Anak menjadi senang, bergerak-gerak, berkumpul dengan teman-temannya, terkadang berlari-lari. Gerakan (shalat) itu mendisiplinkan.

Tidak ada perintah, menyuruh anak berpuasa. Mohon maaf. Kiranya perlu pemikiran kitab-kitab fikih yang diajarkan di pondok pesantren ‘apakah semuanya pasti sesuai dengan konteks kekinian?’. Salah satunya ada kitab yang dibaca di pesantren, itu membuat analog.

Anak kalau sudah umur 7 tahun disuruh untuk berpuasa dan kalau sudah umur 10 tahun boleh dipukul (kalau membangkang). Padahal pendapat ini tidak ada, pada qoul sahabat. (Pendapat itu) dianalogikan pada hadis perintah shalat.

Jamaah sholat Jumat yang rahmati Allah, Mohon maaf, siapa pun yang mengerti kondisi fisik anak. Bahwa anak berlapar-lapar lebih dari 12 jam itu tidak baik. Tidak baik. Dehidrasi dan lain-lain. Seharusnya dalam usia kecil itu diberi gizi secara bagus. memerintahkan puasa anak kecil itu menyalahi konsep-konsep kesehatan, karena itu nabi tidak pernah memerintahkan.

Baca Juga: Ijazah Doa Sebelum Minum Kopi dari Gus Qoyyum Rembang, Cara Asyik Ngopi Sambil Beribadah

Jamaah sholat Jumat yang rahmati Allah, Kadang-kadang kita sendiri yang terlalu emosi. Ingin mendidik anaknya terlalu dini tapi lupa ada yang tereduksi dari pendidikan itu. Kadang anaknya dijanjikan kalau puasa penuh akan mendapat hadiah nanti. Tidak baik, sampai anaknya kurus.

Itu yang belum mukallaf, Tanyakan pada ahli gizi, itu mengganggu kesehatan anak. Sama sekali tidak sama dengan perintah shalat, yang memang menyehatkan. Jadi dalam teori qiyas, men-qiyas-kan dalil perintah shalat pada anak-anak diterapkan pada perintah puasa, itu qiyas ma’a al-fariq. Qiyas yang ‘illat-nya berbeda.  Menurut teori ushul fiqh, cara berpikir seperti itu batil atau gugur.

Yang betul adalah, biarlah anak kecil tidak perlu diperintah. Kalau mau puasa bedug (setengah hari) itu masih mending. Walaupun fikih syariat puasa bedug itu tidak ada.

Untuk itu, dialog-dialog antara fikih klasik dengan konteks kekinian perlu dicerdasi. Oleh penerus-penerus kader ulama yang diproduk dari pondok pesantren maupun dunia akademik. Yang sering saya sampaikan sejak dulu, ‘kok masih ada ya, fatwa menyempurnakan puasa dengan cara tidak gosok gigi setelah zawal atau zuhur’. Saya tahu di fathul qorib, ada. Dalilnya itu-itu saja.

Halaman:

Editor: Abdulloh Nasrul Umam

Sumber: Tebuireng Online


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah