Tiga Tingkatan orang berpuasa menurut Imam Al Ghazali, anda termasuk yang mana

1 April 2022, 13:11 WIB
Ilustrasi. Selain membuat tubuh menjadi lebih bugar berpuasa di bulan Ramadhan rupanya juga mampu menurunkan gejala asam lambung. /Foto: Pixabay / Mohamed_hassan/

GRESIK TODAY - Ramadhan sebentar lagi mendatangi kita. Otomatis kewajiban puasa pun mesti dilakukan bagi orang yang memenuhi persyaratan.

Puasa menjadi pembeda bulan Ramadhan dengan bulan lainnya. Bulan ini menjadi mulia dengan sendirinya karena terdapat kewajiban puasa di dalamnya.

Ibadah puasa tentu berbeda dengan ibadah lainnya. Ia sangat bersifat rahasia. Tidak ada yang mengetahui kelangsungan puasa seseorang, kecuali pelakunya dan Allah SWT.

Meskipun ada orang yang terlihat makan sahur dan buka puasa bersama kita, itu bukan jaminan bahwa dia telah berpuasa seharian. Bisa saja di waktu siang dia makan tanpa sepengetahuan orang.

Menurut Amirul Mukminin S.Ag Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan tingkatan dalam berpuasa. Shaumul umum, shaumul ‎khusus, dan shaumul khususil khusus. Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang manarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang khususil khusus.

1. Shaumul umum

Puasa orang awam (orang kebanyakan), Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Tingkatan puasa ini menurut Al-Ghazali adalah tingkatan puasa yang paling rendah, kenapa?

Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri Kalau puasanya hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami isteri di siang hari, maka kata Rasulullah Saw puasa orang ini termasuk puasa yang merugi yaitu berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit.

Hal ini lah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah Saw dengan sabdanya: “banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatka pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga.”

2. Shaumul ‎khusus

Puasanya orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa,” tulis Imam Ghazali.

Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasa para Shalihin (orang-orang saleh). Menurut Al- Ghazali, seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam tinkatan puasa kedua ini kecuali harus melewati enam hal sebagai prasayaratnya, yaitu menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan. Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri.

Menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah serta membaca Al-Quran. Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik. Mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa.

Tidak berlebih-lebihan dalam berbuka, sampai perutnya penuh makanan. Hatinya senantiasa diliputi rasa cemas (khauf) dan harap (raja) karena tidak diketahui apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah.

3. Shaumul khususil khusus

Puasa khususnya orang yang khusus adalah ‎puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT.

Puasa khusus yang lebih khusus lagi yaitu, di samping hal di atas adalah puasa hati dari segala keinginan hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah memikirkan apa-apa selain Allah Swt. Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi , Shiddiqqiin, dan Muqarrabin.***

 

 

Editor: Ade Irwansah

Sumber: Wawancara

Tags

Terkini

Terpopuler