Kawatir frasa madrasah hilang, RUU Sisdiknas terus menuai polemik

30 Maret 2022, 06:58 WIB
Ilustrasi. NU Circle sebut ada '10 daftar hitam' dalam RUU Sisdiknas yang berpotensi merugikan pendidikan nasional. /pexels/agungpanditwiguna

GRESIK TODAY - Belakangan publik tengah memperbincangkan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menghilangkan frasa madrasah sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu) Arifin Junaidi pun mengkritik keras. Menurutnya, madrasah juga merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Akan tetapi selama ini peranan madrasah di kalangan masyarakat disebut terabaikan.

Lebih lanjut, Arifin menilai bahwa UU Sisdiknas pada tahun 2003 silam yang berlaku saat ini sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas sekolah. Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, ia menilai bahwa draf RUU Sisdiknas malah menghapusnya.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr. Amirsyah Tambunan turut buka suara merespons polemik atas hilangnya frasa madrasah dalam draf RUU Sisdiknas.

Baca Juga: UGM Terima 2690 mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN 2022, terbanyak di program studi saintek

Buya Amirsyah dengan tegas menolak RUU Sisdiknas yang telah menghapus pasal terkait Madrasah itu. Menurutnya banyak alasan yang mendasarinya, antara lain lembaga pendidikan madrasah telah melahirkan tokoh nasional dan secara sosiologis madrasah sangat dibutukan masyarakat

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito melansir laman Kemendikbud Ristek, Selasa 29 Maret 2022. Mengatakan tidak pernah ada rencana pengahpusan satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas.

Dia menegaskan, sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah dari sistem pendidikan nasional. Sekolah maupun madrasah, kata dia, secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas.

Namun, penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan. "Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis," tutur dia.

“Penyusunan RUU Sisdiknas, lanjut dia, dilaksanakan dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Pada dasarnya, RUU Sisdiknas juga masih di tahap perencanaan dan kami akan tetap banyak menampung dan menerima masukan," tutup Anindito.

Adanya polemik nama madrasah tidak ada di RUU Sisdiknas pun membuat Komisi X DPR RI akan memanggil Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. "Salah satu poin dengan konsorsium pendidikan Indonesia itu dan beberapa elemen, rekomendasinya mengundang Mas Nadiem, semoga bisa minggu-minggu depan," ucap Ketua Komisi X Syaiful Huda.

Dia menyebut, hingga kini pihaknya belum menerima draf RUU Sisdiknas tersebut. Oleh sebab itu, dirinya belum bisa memastikan apakah frasa madrasah dihilangkan atau tidak.
"Kita sampaikan bahwa sampai hari ini Komisi X draf ini terkait RUU Sisdiknas. Tahapannya memang masih di level pemerintah," ujarnya.***

 

Editor: Ade Irwansah

Sumber: Siaran Pers

Tags

Terkini

Terpopuler